Rabu, 22 September 2010

Goresan Tangan, Goresan Hati


see, hancur kan?
itukah yang kau inginkan?
malam pun menertawakanmu
menertawakan kesia-siaan usahamu
menertawakan kerasnya hatimu yang berselimut kemarahan

sekarang kau mau apa?
ikut tertawa bersama malam?
atau ingin membenci malam?
tidak, malam tak bersalah, kau tahu itu
lihat ke dalam dirimu, disana lah sumber kesalahan itu

kemarahan mengalahkanmu
mengalahkan gigihnya usahamu
mengalahkan hatimu yang berteriak menyadarkanmu
tapi kau mengabaikannya
mengabaikan udara yang tak percaya dengan isi pikiranmu

lalu kau akan bagaimana?
membiarkan penyesalan menyelimutimu?
membiarkan amarah tetap bersemayam di sana?
atau meluruskan benang kusut yang kau tinggalkan?
tapi kau tak ingin membayangkan caranya

Kau tahu caranya, ya, kau tahu
tapi kau terlalu kaku untuk menilik hatimu
hingga kau tetap membiarkan sebuah hati terluka
sebuah hati yang juga adalah hatimu
yang menyakitinya berarti menyakitimu
kau tahu itu.

(Selasa, 21 September 2010, saat amarah menyelimuti dan menggelapkan mata hati, untungnya sudah berlalu)

Senin, 20 September 2010

Muter-muter Mencari Jupiter


Hei, Jupi, kamu dimana sih?
sebelah timur kan? aku masih tahu kog timur itu dimana, ga langsung lupa ingatan juga lah.
Daritadi bolak balik keluar kosan cuma mau nyari si Jupi.

Pendekatan si Jupi ke Bumi emang sangat menarik buatku karena aku sangat menyukai benda-benda langit. Mencari-cari si Jupi bikin aku ingat gimana tergila-gilanya aku dulu sama benda langit, yang menyimpan sejuta rahasia yang belum bisa diungkap manusia.
Menakjubkan! Benda-benda itu saja sudah luar biasa memukau, apalagi penciptanya!

Dulu setiap malam, saat lelah menghampiri, saat jenuh merayap, aku akan mengambil langkah ke luar rumah dan memandang ke langit, melihat semua benda bercahaya di sana. Berbisik kepada mereka, ya meskipun jelas mereka tidak akan mengerti, bahkan mendengar pun tidak, karena jarak yang sangat jauh, terlebih lagi karena mereka juga tidak punya telinga:D
Kadang aku tidak sendiri, ditemani mama yang suka mengajak aku jalan di sekitar lingkungan rumah saat malam menjemput. Kami akan sama-sama mengagumi benda langit itu, terutama saat langit terlihat begitu terang didandani berjuta sinar kecil. Hmm, aku sangat merindukan saat itu..

Kadang aku tergelitik untuk menjadi astronot, haha..
Yaa itu karena aku sangat mengagumi semua benda langit dan keunikannya.
Menjadi astronot sepertinya sangat menarik, walaupun tidak sesederhana yang ada dalam bayanganku. Pemikiran yang lebih 'nakal' lagi, bagaimana kalau aku bilang ke orangtuaku aku pengen jadi astronot, bekerja di NASA mungkin, yang dalam beberapa waktu akan pergi ke luar angkasa, meninggalkan bumi. Pasti mereka tertawa geli, atau amat sangat kaget. Bagaimana tidak, aku mau menuntut ilmu di seberang pulau saja mereka sudah ketar-ketir. hehe...

Tapi kemungkinan besar aku juga ga akan sanggup. Alasannya, hellooo, NASA itu bukan sekadar tempat main-main pecinta benda langit amatiran seperti aku, haha.. Alasan lain, aku tidak terlalu suka jika harus terus terikat dengan pelajaran fisika dan sejenisnya yang sebenarnya sangat menarik tapi sering membuatku berpikir keras dan cemberut. Terakhir dan paling penting, aku ga pengen terlalu jauh juga dari keluarga dan bumiku. Bayangkan, saat jauh di angkasa, aku akan merindukan bumi dan menangis sesenggukan karena ingin kembali ke bumi. Haha.. Berarti aku harus berterima kasih kepada astronot-astronot yang sudah mau menggantikan posisiku di sana:D
Yaa, kita harus berterima kasih kepada mereka karena pekerjaan mereka tidak mudah dan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup kita di bumi.

Kembali ke Jupi.
Pada akhirnya aku menyerah, menghentikan pencarianku yang sudah memakan waktu setengah jam, atau lebih. Tapi aku masih penasaran:(
Sepertinya aku bawa ke dalam mimpi saja ya, siapa tahu tidak hanya bisa melihat, tapi juga bisa singgah ke sana, tanpa perlu menangis sesenggukan karena hanya tinggal membuka mata aku akan berada di bumi, di kasur yang empuk, hihi..
Jupi, Jupiter, semoga aku bisa melihatmu mendekati bumi lagi di tahun 2022 (kabarnya sih begitu). Dan tentu akan lebih menyenangkan lagi jika saat itu aku bisa melihatmu bersama orang yang kusayang, kami akan sama-sama mengagumi keindahan ciptaan Tuhan itu;)

*hmm, bagaimana kalau orangtua yang anaknya lahir hari ini atau malam ini menamai anaknya Jupiter? atau Jupi? Sepertinya bagus, hihi...

Rabu, 15 September 2010

dari Lala

“Bapa, Engkau sungguh baik, kasihMu melimpah di hidupku..”

Suara setengah merdu Lala memenuhi ruangan kamarnya di pagi yang indah hari ini. Sementara Ia bernyanyi, tangannya sibuk merapikan rambut panjangnya di depan cermin.

“hoaaammm…”

Sesekali Lala menguap hingga matanya yang berwarna coklat tua berkaca-kaca.Seperti biasa, Ia tidur larut malam meskipun harus kuliah pagi hari.

Ya, itulah Lala Kristanti yang biasa disapa Lala. Ia seorang gadis mandiri yang saat ini sedang berkuliah di salah satu Universitas negeri di Jakarta. Lala dikenal sebagai anak yang cerdas, cantik, dan ceria oleh teman-teman serta keluarganya, namun di balik semua itu Lala hanya seorang anak yang kesulitan menemukan jati dirinya. Ia tidak benar-benar yakin ada bakat tertentu dalam dirinya, seperti halnya teman-teman yang saat ini sudah sibuk mengembangkan bakat masing-masing, mulai dari menggambar dan melukis, mendesain, bermain musik, dan lain sebagainya. Tidak jarang Lala merasa terpuruk karena memikirkan hal itu. Sungguh bukan Lala yang tampak dari penampilan luarnya.

“oke, saatnya berangkat, “ Lala mengambil tas dan segera berangkat ke kampus yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

***

Malam menjemput dan Lala berkutat dengan layar komputernya. Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard komputer. Suara gemuruh petir yang bersahut-sahutan menemani pikirannya bermain dengan semangat menggebu yang tersimpan dalam dirinya. Lala mendapat jawaban atas doanya. Ia menyadari satu kehendak Tuhan dalam hidupnya, satu berkat Tuhan yang selama ini sulit untuk dilihat dan dirasakannya, meskipun sudah sering kali dilakukannya. Obrolan dengan sahabatnya, Maya, siang itu di kampus membuka matanya, menyadarkannya pada berkat Tuhan yang sering tidak dihiraukannya dan tidak disyukurinya. Malam ini Lala menyalurkan berkat itu, menuangkannya dalam bentuk kata-kata yang memang menjadi dunianya. Ya, Lala menyadari satu bakatnya, menulis.

cukup lama berputar-putar dalam lingkaran tak berujung di dalam ruang pikiran

terjatuh, lalu bangkit, dan kemudian terjatuh lagi

sampai tubuh lelah lebam dan terkulai

terdiam

membiarkan cahaya meruntuhkan lingkaran tak berujung yang kubentuk sendiri

memberi kesempatan pada angin yang ingin membagikan sapaannya lembut

sampai aku terhanyut

cukup lama berputar-putar dalam lingkaran tak berujung di dalam ruang pikiran

sampai sebuah suara lembut membangunkan dan menunjukkan arah

sebuah suara yang menggerakkan langkah

membentuk sebuah ruang baru dalam pikiran

ruangan yang ingin terus diisi dan ditumpahkan

sebuah ruangan yang kusadari sebagai duniaku

disinilah aku, di duniaku

ini ruanganku, bagianku, duniaku.

ya, ini duniaku.

suara itu meyakinkanku

menggelitikku untuk mengisi duniaku.

dunia indah singgasanaku.

Lala mengakhiri tulisan singkatnya, tersenyum manis, beranjak dari tempat duduknya, mengambil Alkitab, duduk di atas kasur, kemudian berdoa.

***

“Apa? gue nulis di buletin?” Lala berkata dengan suara melengking di sela-sela waktu makan siangnya.

“Iya, gimana?” Maya menjawab santai sambil tersenyum.

“Aduh, gimana ya, kan ga gampang juga, May.. Tega banget deh sama gue,” Lala memelas

“Bisa kok, pasti bisa. Coba nulis cerpen aja,” Maya berusaha meyakinkan Lala.

“Ya, ntar dulu deh,” Lala menutup pembicaraan dengan bibir yang sedikit manyun. Ia tidak siap dengan tawaran yang diberikan Maya selaku pengurus Buletin Rohani di kampus.

Sesampainya di kamar, Lala membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Remote TV yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur pun disambar dengan cepat untuk menemaninya menghilangkan rasa lelah. TV yang semula hanya diam membisu akhirnya mulai berceloteh ini itu mengisi pendengaran dan penglihatan Lala.

“ckckck, film apa aja sih yang ada disini,” Lala gemes dengan siaran TV yang tidak bisa memuaskan keinginannya, hingga perhatiannya tertuju pada satu siaran di TV. Acara yang ditayangkan benar-benar mencuri perhatiannya dan mengubah jalan pikirannya.

***

“Ini May, lihat dulu,” Lala tersenyum senang sambil menyerahkan tiga lembar kertas yang dipenuhi tulisan kepada Maya.

“Apaan nih?” Maya berkata bingung. Tangannya menerima kertas yang diberikan Lala, membaca tulisannya sekilas, kemudian tersenyum senang.

“Nah loh, ini buat buletin ya?” Senyum Maya tidak bisa hilang sambil matanya terus memperhatikan tulisan pada lembaran-lembaran kertas yang dipegangnya.

“Yoha. Ntar kalau ada masukan bilang aja ya,” Lala senang melihat ekspresi sahabatnya.

“Maaf ya kemaren gue sempat menolak dan kesal,” Lala melanjutkan.

“Abisnya gue bingung mau nulis apa, secara gue juga baru sadar sama kemampuan menulis gue. hehe..”

“Uhm, kenapa lo jadi tiba-tiba mau gini?” Maya bertanya penasaran.

“Hehe, kemaren pulang kuliah gue nonton siaran televisi. Bagus deh May..Kisah seorang bapak yang udah cacat dari lahir tapi akhirnya bisa sukses melalui bakat yang dimilikinya. Awalnya sih bapak itu ga sadar akan kemampuannya. Dulu juga dia minderan karena kondisinya, apalagi setelah ibunya meninggal, bapak itu sering mengurung diri, ga peduli sama dunia luar,” Lala bercerita panjang lebar.

“Terus, terus?” Maya bertanya penasaran.

“Bapak itu mulai sadar setelah baca buku harian Ibunya. Ternyata ibunya menulis kalau Dia sangat bersyukur memiliki bapak itu sebagai anaknya walaupun kondisinya tidak seperti anak normal lainnya. Ibunya juga nulis kalau Dia berharap si Bapak itu bisa jadi anak yang berguna buat orang lain, buat bangsa dan negaranya, terlebih buat Tuhan. Dan ternyata benar, bapak itu bangkit dari keterpurukannya dan mulai melihat kelebihan yang ada dalam dirinya. Mulai deh si bapak menyiar di berbagai radio dan akhirnya dia membangun usaha di bidang itu. Bapak itu salah satu pemilik radio swasta terkenal loh disini..”

“Wow, keren..,” Maya berkata takjub.

“Iya. Setelah itu gue sadar, buat apa gue menyadari bakat gue kalo ga bisa gue gunakan untuk membantu orang lain. Yaaa, gue harap sih dengan tulisan itu banyak orang yang tergerak mengembangkan bakatnya untuk membantu orang lain dan membangun bangsa kita. haha..”

“Wah, teman gue mulia sekali,” Maya memuji Lala dengan tersenyum geli.

“Sementara ini mungkin hal kecil itu yang bisa gue lakukan. Ke depannya sih gue pengen lebih maksimal lagi, bikin skenario film atau acara TV yang bisa membangun anak bangsa,” Lala berkata penuh semangat. Ia kemudian bernyanyi lembut untuk dirinya sendiri, “Ini suaraku dan tanganku, hidup ini untukMu aku persembahkan..”

***

ditulis untuk buletin PO FISIP (Angkatan) edisi September:)

Kalau bapak yang cacat sejak lahir saja mau mengembangkan bakatnya hingga menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak, juga Lala yang baru menyadari bakatnya saja mau mengembangkannya dari hal kecil sekalipun, kenapa kamu tidak?

Lihatlah, ada sesuatu dalam dirimu yang meronta-ronta ingin disyukuri, dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk menghasilkan sesuatu yang besar. Tapi ingat juga, sesuatu yang besar itu biasanya dimulai dari yang kecil terlebih dahulu. Jadi, jangan ragu atau malu jika kamu hanya bisa menghasilkan sesuatu yang kecil dari bakat, talenta, atau kemampuanmu karena bisa jadi hal kecil itu akan menjadi besar kemudian.

Tidak percaya? Coba saja!:)

Selasa, 07 September 2010

Feels Like Home - Chantal Kreviazuk


Somethin' in your eyes, makes me wanna lose myself
Makes me wanna lose myself, in your arms
There's somethin' in your voice, makes my heart beat fast
Hope this feeling lasts, the rest of my life

If you knew how lonely my life has been
And how long I've been so alone
If you knew how I wanted someone to come along
And change my life the way you've done

It feels like home to me, it feels like home to me
It feels like I'm all the way back where I come from
It feels like home to me, it feels like home to me
It feels like I'm all the way back where I belong

A window breaks, down a long, dark street
And a siren wails in the night
But I'm alright, 'cause I have you here with me
And I can almost see, through the dark there is light

Well, if you knew how much this moment means to me
And how long I've waited for your touch
And if you knew how happy you are making me
I never thought that I'd love anyone so much

It feels like home to me, it feels like home to me
It feels like I'm all the way the back where I come from
It feels like home to me, it feels like home to me
It feels like I'm all the way back where I belong
It feels like I'm all the way back where I belong


Sebuah lagu yang memberi ketenangan dengan alunan musiknya yang lembut dan liriknya yang begitu jujur mengungkapkan perasaan seorang kekasih.
Lagu ini adalah salah satu lagu yang sangat saya sukai. Pertama kali mendengarnya dalam film My Sister's Keeper saya langsung menyukainya.
Lembutnya musik yang mengalun dan penekanan pada kalimat "feels like home" benar-benar menyentuh perasaan saya.
Saya bisa membayangkan bagaimana nyamannya rumah sebagai tempat berteduh dan menghabiskan sebagian besar waktu serta kehidupan dikaitkan dengan perasaan seorang kekasih yang begitu nyaman, tenang, dan bahagia saat akhirnya dia menemukan seseorang yang membuatnya tergila-gila.

Adakah yang lebih baik menggambarkan perasaan nyaman dan bahagia seorang kekasih selain rumah sebagai tempat paling tenang dan menyenangkan?
Mungkin ada.
Tetapi bagi saya lagu ini sangat bisa menggambarkan perasaan tersebut hingga akhirnya saya menyadari bahwa seorang kekasih yang bisa membuat saya merasa seperti di 'rumah' adalah kekasih yang saya butuhkan. (hahaay..*but it's true)



Sabtu, 04 September 2010

Maaf

Maaf..
sungguh maaf..
untuk kerasnya hatiku
untuk kesabaran yang hanya sepanjang lidi
untuk kata-kata yang menyengat di hati
untuk goresan wajah yang terukir kaku saat hati pedih
untuk masalah yang kurancang sendiri
untuk luka yang dalam tertancap di hati

maaf bapong mamong:(

Rabu, 01 September 2010

Kau Vs Dirimu, Aku Vs Diriku

Pernahkah kau merasa sangat tidak nyaman dengan dirimu sendiri?

Kau merasa tidak bisa apa-apa, yang kau tahu hanya mengagumi kemampuan orang lain dan merasa iri dengan segala nilai plus-plus yang dimiliki orang itu.
Kau terhanyut dalam pikiran burukmu, terpuruk di dalamnya hingga membuatmu semakin jatuh, lalu kesulitan untuk bangkit dan melihat ke dalam dirimu sendiri yang sebenarnya dilengkapi dengan berbagai hal yang sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi sesuatu yang membanggakan, sangat membanggakan.

Kau semakin terjatuh terutama saat orang yang kau sayang ternyata pernah mengagumi orang tersebut, berhubungan dekat dengan orang tersebut, yang kau anggap memiliki nilai plus-plus dibandingkan dengan dirimu, yang kau anggap tidak bisa apa-apa dan tidak memiliki sesuatu yang pantas dibanggakan.

Pikiranmu semakin kacau dan membenci dirimu sendiri karena secara tidak sengaja orang yang kau sayangi -dan katanya menyayangimu saat ini- memuji orang tersebut di hadapanmu.
Saat itu kau seperti terhempas dari ketinggian yang tak bisa kau bayangkan, pikiran dan perasaanmu pecah berkeping-keping, ditiup angin yang dengan senang hati melambai-lambai lembut menyapa awan dan pepohonan.
Setelah itu kau hanya ingin melepas semua, rasamu, kasihmu, jiwamu, dan tentu saja orang yang kau sayang tersebut karena kau merasa dia tidak menganggapmu dan kau tidak pantas untuknya.

Tapi saat kau sadar kau berusaha menepisnya, meyakinkan dirimu sendiri bahwa semua itu hanya pemikiranmu saja, tidak lebih.
Namun tak berapa lama pikiran itu kembali muncul, menjemputmu kembali ke dunia memuakkan itu, dunia dimana kau ditertawakan oleh pikiranmu sendiri, sungguh dunia yang sangat membuatmu tak berdaya.

Situasi seperti ini bisa dikatakan sebagai situasi yang dialami individu dengan self concept rendah, artinya individu tersebut beranggapan "I'm not okay, You're okay".
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa self concept adalah gambaran individu tentang dirinya sendiri, baik kelebihan yang ada dalam dirinya maupun kekurangannya.

Self concept ini juga yang dapat mempengaruhi proses interaksi antara individu dengan orang lain atau lingkungannya. Self concept yang rendah dapat dilihat dari sikap pesimis terhadap diri sendiri. Kondisi ini tentu sangat tidak baik bagi perkembangan individu tersebut. Untuk mengantisipasinya diperlukan bantuan orang lain, terutama orang yang dianggap penting oleh individu tersebut, misalnya orang tua, kakak, adik, sahabat, atau pacar. Dukungan dan semangat yang diberikan dapat menjadi sandaran individu untuk membangun self concept.

Bagaimana bentuk dukungan yang dapat diberikan?
Kurangi kebiasaan membanding-bandingkan individu yang satu dengan yang lainnya, apalagi menggunakan kata-kata kasar dan menyakitkan. Selain itu, jangan menjelek-jelekkan hasil karya orang lain. Jika memang ada yang kurang, gunakan kalimat yang tidak menjatuhkan atau menghina, cukup gunakan bahasa yang halus, seperti saat memberikan saran.

Berada dalam situasi tersebut sungguh sangat tidak nyaman dan menyakitkan karena yang menjadi lawan adalah diri sendiri. Karena itu, kepedulian dari orang yang dikasihi sangat diperlukan di dalamnya.